Tuesday, June 17, 2008

PUISI SEADANYA MENGENAI KEPALA - MH AINUN NADJIB

Puisi ini ditulis oleh penyairnya dengan bahasa yang diusahakan sangat seadanya, yang kira-kira bisa dipahami oleh setiap anak yang baru mengenal sejumlah kata-kata, sebab penyair itu merasa begitu ketakutan bahwa kematiannya akan menjadi sempurna jika ternyata tak seorangpun memahami kata-katanya.

Jangan salah sangka. Ia takut bukan karena kawatir akan kehilangan kepala, melainkan justru ia sangat mendambakan betapa bahagianya kalau pada suatu hari ia kehilangan kepala. Masalahnya - terus terang saja - kepala itu sudah bertengger di atas lehernya hampir tigapuluh tahun. Baginya ini merupakan beban yang teramat berat dan membuat ia merasa tidak normal. Karena teman-temannya yang normal pada umumnya hanya menyangga satu kepala paling lama lima tahun, bahkan ada yang hanya satu dua tahun, malah ada juga yang sesudah dua tiga bulan sudah berganti kepala.

Penyair kita ini sudah menghubungi Tuhan ribuan kali melalui salat, wirit dan tarikat, demi memperoleh kejelasan resmi mengenai keanehan ini. Bahkan sebelum itu sudah ia datangi beratus-ratus dukun, kiai dan kantor ikatan cendekiawan, namun tidak seorangpun sanggup memberinya jawaban yang memuaskan hati. Tuhan sendiri sepertinya terlalu bersabar menyimpan teka-teki ini, bahkan sesekali ia merasakan Tuhan seakan-akan bersikap ogah-ogahan terhadap masalah ini.

Matahari selalu terbit dan tetumbuhan tak pernah berhenti mengembang, tapi itu hanya menambah ketegasan perasaan penyair kita bahwa sesungguhnya yang berlangsung hanyalah kemandegan. Ayam berkokok tiap menjelang pagi, kemudian manusia bangun dan tidak melakukan apa-apa untuk mengubah kebosanan yang sedemikian merajalela. Alam semesta ini sendiri begitu patuh menggantikan siangnya dengan malam dan menggilirkan malamnya dengan siang, tapi manusia hanya sibuk memproduksi ungkapan yang berbeda untuk kenyataan yang sama, manusia habis waktu dan tenaganya untuk mengulangi kebodohan dan keterperosokan yang sama, meskipun mereka membungkusnya dengan perlambang-perlambang baru sambil ia meyakin-yakinkan dirinya atas perlambang itu.

"Ya, Allah", seru penyair kita ini pada suatu malam yang sunyi, "patahkan leherku agar kepalaku menggelinding ke dalam parit, kemudian persiapkan kepala yang baru yang bisa membuatku hidup kembali !".

Bisa dipastikan Tuhan mendengar doa itu, tetapi siapa yang menjamin bahwa Ia bakal mengabulkannya? Bukankah penyair itu sendiri yang dulu meminta kepalanya yang ini untuk menggantikan kepala yang sebelumnya. Apa jawab penyair kita ini seandainya Tuhan mengucapkan argumentasi begini : "Bagaimana mungkin kuganti kepalamu, sedangkan kepala-kepala lain di tanganKu belum punya pengalaman sama sekali untuk bertindak sebagai kepala ? Bukankah untuk menjadi kepala, segumpal kepala harus memiliki pengalaman sebagai kepala sekurang-kurangnya lima tahun ?".

Penyair kita sangat-sangat menyesal kenapa makhluk Tuhan harus hidup dengan syarat mempunyai kepala. Pada mulanya ia hanya badan saja, badan bulat yang seluruh sisi-sisinya sama. Tapi kemudian karena ia kawatir akan disangka sederajat dengan buah kelapa, maka ia memohon kepada Tuhan serta mengupayakan sendiri pengadaan kepala, lantas kaki dan tangan.

Tetapi ternyata inilah sumber utama malapetaka hidupnya. Pada mulanya kepala itu berendah hati dan patuh kepadanya, karena pada dasarnya kepala itu memang tidak pernah ada seandainya ia tidak meminta kepada Tuhan dan mengadakannya.

Kesalahan pertama yang dilakukan oleh penyair ini adalah meletakkan kepala di bagian atas dari badannya, sehingga badannya itu dengan sendirinya kalah tinggi dibanding kepalanya, dan dengan demikian menjadi bawahannya. Hari-haripun berlalu, sampai pada suatu saat ia menyadari bahwa sang kepala ternyata telah mengambil alih hampir semua perannya. Misalnya soal berpikir, sekarang telah dimonopoli oleh kepala. Apa yang harus ia lakukan, kemana harus melangkah, apa yang boleh dan tidak boleh, ditentukan oleh kepala. Ia sendiri dilarang berpikir karena segala gagasan telah disediakan oleh kepala, sedemikian rupa sehingga ia bukan saja tak boleh berpikir, tapi lama kelamaan ia juga menjadi tidak mampu lagi berpikir.

Dulu ia membayangkan, tangan akan menggenggam fulpen atau senapan, jari-jari hendak mengelupas buah nanas atau menyogoki lubang hidung, dialah yang berhak menentukan. Tapi ternyata ketika ada makanan, yang memerintahkan tangan untuk mengambilnya adalah kepala, kemudia diberikannya kepada mulut yang menjadi aparat sang kepala, sedangkan badannya hanya menampung makanan itu, tanpa ikut mengunyah dan merasakan nikmatnya.

Juga ia yakin bahwa apakah kakinya akan melompati sungai atau dipakai untuk menjungkir badan, dialah yang merancang dan memutuskannya. Tapi sekarang segala sesuatunya menjadi jelas bahwa hak itu telah diambil alih oleh kepala, dan ketika ia mempertanyakan hal itu, tiba-tiba saja tangannya yang memegang pentungan menggebugnya, dan kakinya yang bersatu tebal keras menendangnya.

"Wahai Tuhan, pengasuh badan yang menderita", guman penyair kita dengan nada yang penuh kecengengan, "jikapun tanganMu terlalu suci sehingga jijik untuk berurusan dengan segala yang kotor dalam kehidupan hamba-hambaMu, tolonglah Engkau berkorban sekali ini saja, sentuhlah kepalaku, pegang ia dan cabut dariku, kemudian kuusulkan langsung saja dirikanlah kerajaanMu dan Engkau sajalah yang mulai sekarang bertindak sebagai kepalaku".

EMHA AINUN NADJIB
1994

Thursday, January 17, 2008

The History of Dewa19

Pada tahun 1986, empat siswa SMPN 6 Surabaya mulai merenda mimpi - mimpi indah menjadi musisi terkenal. Dengan kemampuan pas - pasan mereka mengibarkan bendera DEWA. Nama ini bukan sekedar gagah - gagahan, melainkan akronim dari nama mereka berempat : Dhani Manaf [Keyboard, Vokal], Erwin Prasetya [Bass], Wawan Juniarso [Drum], dan Andra Junaidi [Gitar]. Waktu itu kegilaan mereka pada musik sudah terlihat. Tidak jarang masing - masing terpaksa bolos sekolah, sekedar untuk bisa
ngumpul dan genjrang - genjreng memainkan alat musik. Rumah Wawan di jalan Darmawangsa Dalam Selatan No. 7, yang terletak di salah satu sudut komplek Universitas Airlangga, menjadi markas mereka karena disana terdapat seperangkat alat musik walaupun seadanya namun Dewa bisa berlatih sepuasnya.

Yang membedakan Dewa dengan grup Surabaya lainnya ketika itu adalah warna musik yang mereka mainkan. Kalau grup lain gemar membawakan aliran heavy metal milik Judas Priest atau Iron Maiden, Dewa muncul dengan lagu - lagu milik Toto yang lebih ngepop. Hanya semuanya berubah ketika Erwin yang doyan jazz mulai memperkenalkan musik fudion dari Casiopea. Andra dan Dhani yang semula manteng di jalur rock, akhirnya ikutan juga. Format musik Dewa pun perlahan - lahan bergeser, bahkan mereka bukan cuma memainkan lagu - lagu Casiopea, tapi juga karya dari musisi jazz beken lainnya seperti Chick Corea atau Uzeb. Dhani, Erwin, dan Andra lantas berangan - angan ingin seperti Krakatau atau Karimata, dua kelompok jazz yang lagi kondang saat itu. Ini membuat Wawan murung, penggemar berat musik rock ini merasa warna Dewa sudah keluar jalur. Akhirnya Wawan memutuskan keluar pada tahun 1988 dan bergabung dengan Outsider yang antara lain beranggotakan Ari Lasso. Setahun kemudian menyeberang ke Pythagoras. Posisi Wawan di Dewa lantas digantikan kakak kelasnya, Salman. Nama Dewa pun berubah menjadi Down Beat, diambil dari nama sebuah majalah jazz terbitan Amerika.


Untuk kawasan Jawa Timur dan sekitarnya, nama Down Beat cukup dikenal terutama setelah berhasil merajai panggung festival. Sebut saja Festival Jazz Remaja se-Jawa Timur, juara I Festival band SLTA '90 atau juara II Jarum Super Fiesta Musik. Sementara itu Pythagoras pun berhasil jadi finalis Festival Rock Indonesia yang digelar promotor Log Zhelebor. Tapi bagi keempat cowok yang secara psikologis masih dalam pencarian jati diri itu, jazz ternyata juga hanya sebuah persinggahan. Begitu nama Slank berkibar impian mereka pun berubah. Wawan Juniarso segera dipanggil kembali untuk menghidupkan Dewa dan Ari Lasso ikut bergabung. Nama Dewa kembali tegak, bedanya kali ini pakai embel - embel 19 semata karena rata - rata usia pemainnya 19 tahun. Seperti halnya Slank, Dewa 19 pun mencampuradukkan beragam musik jadi satu : pop, rock, bahkan jazz, sehingga melahirkan alternatif baru bagi khasanah musik Indonesia saat itu. Teman sekelas Wawan, Harun rupanya tertarik oleh konsep tersebut dan segera mengucurkan dana Rp. 10 juta untuk memodali teman - temannya rekaman. Tapi karena di Surabaya tidak ada studio yang memenuhi syarat, mereka terpaksa ke Jakarta padahal jumlah dana tadi jelas pas - pasan. Walhasil mereka harus ngirit habis - habisan, segala hal dikerjakan sendiri termasuk mengangkat barang dan sebagainya. Tapi disini musikalitas mereka teruji. Album perdana, 19 rampung cuma 25 shift saja. Termasuk luar biasa buat ukuran musisi daerah yang baru saja menginjak rimba ibukota. Dengan master di tangan, Dhani gentayangan dari satu perusahaan rekaman satu ke perusahaan rekaman lain pakai bus kota, sementara Erwin, Wawan, Andra dan Ari menunggu hasilnya di Surabaya. Sempat ditolak sana - sini, master itu akhirnya dilirik oleh Jan Djuhana dari Team Records, yang pernah sukses melejitkan Kla Project.Di luar dugaan, angka penjualan album 19 meledak dipasaran, setelah melewati angka 300.000 kopi, pihak BASF mengganjar mereka dengan dua penghargaan sekaligus. Masing - masing untuk kategori Pendatang Baru Terbaik dan Album Terlaris 1993. Dalam pembuatan album Format Masa Depan diwarnai oleh hengkangnya Wawan Juniarso karena tidak adanya kecocokan diantaranya.


Setelah itu dalam pembuatan album berikutnya Dewa menggunakan additional music untuk drummernya yang antara lain : Ronald dan Rere. Setelah album Terbaik - Terbaik selesai, masuklah Wong Aksan menempati posisi drummer. Namun setelah menyelesaikan pembuatan album Pandawa Lima, pada tanggal 04 Juni 1998 Wong Aksan dikeluarkan dari Dewa 19, sebab pukulan dram Aksan dinilai mengarah ke musik jazz dan sebagai gantinya masuklah Bimo Sulaksono (mantan anggota Netral)
karena dirasakan bahwa Dewa 19 akan konsentrasi dijalur musik rock, dan membutuhkan seorang drummer dengan tipikal permainan musik rock. Bimo pun akhirnya hengkang dari grup ini dan bergabung dengan Bebi untuk membentuk grup Romeo.

Ditengah masalah pergantian personil ditubuh Dewa, masih ada masalah lain yang lebih berat yaitu dua orang personil Dewa Ari & Erwin mengalami ketergantungan Narkoba. Hal ini menyebabkan Dewa vakum dalam dunia musik Indonesia. Ari Lasso yang sangat sulit dihubungi sempat menyebabkan Album bintang 5 tertunda. Erwin memutuskan untuk masuk rehabilitasi dan pesantren untuk menghilangkan kebiasaan buruknya itu. Akhirnya setelah melewati waktu yang cukup lama Erwin berhasil sembuh total dan mulai mempersiapkan diri untuk menyelesaikan Album ke 5, meskipun Erwin hanya sebagai Additional player. Tapi masalah tidak berakhir sampai disitu, karena Ari Lasso semakin sulit dihubungi, akhirnya Dewa memutuskan untuk mencari pengganti Vokalis yang ikut membesarkan nama Dewa itu. Akhirnya Dhani bertemu dengan Elfonda”Once”Mekel dan mengajak untuk bergabung. Karena posisi drummer masih kosong, Dewa juga memutuskan untuk mencari pengganti Bimo. Kebetulan Once mempunyai teman seorang Drummer yaitu Tyo Nugros yang akhirnya resmi menjadi Drummer Dewa.


Setelah cukup lama menyiapkan materi untuk album ke lima yang bertajuk “Bintang Lima” pada tahun 2000 album ini berhasil di release. Ternyata dengan pergantian 2 orang personil di tubuh Dewa tersebut membawa angin segar, dengan meledaknya Album Dewa yang kelima tersebut. Erwin kembali resmi menjadi bassit Dewa. Dan diharapkan ini adalah formasi terakhir Dewa. Berhasilnya Album kelima memacu Dewa untuk segera membuat Album selanjutnya, yaitu Album enam yang diberi judul “Cintailah
Cinta”. Album ini dipersiapkan secara matang dan terkonsep, sehingga dalam kurun waktu yang cukup singkat akhirnya album ini bisa di release awal tahun 2002. Ditengah-tengah release album keenam ini banyak masalah yang muncul. Diawali dengan kasus judul lagu “Arjuna Mencari Cinta” yang dipermasalahkan dan akhirnya Dewa memutuskan untuk mengganti judul tersebut menjadi “Arjuna”. Belum selesai masalah judul lagu Dewa kembali harus kehilangan seorang personilnya. Erwin mundur dari Dewa kabarnya dipicu beberapa hal yang konon tidak bisa ditolerir lagi , yang berhubungan dengan masalah Manajemen. Dewa memutuskan untuk mencari pengganti Erwin dan muncul satu nama yaitu Yuke bassist band The Groove. Yuke diajak bergabung sebagai additional player. Dengan diterpa berbagai masalah yang silih berganti tersebut tidak menyurutkan semangat Dewa untuk tetap eksis. Bahkan semakin membesarkan namanya sebagai Band yang paling berkibar di blantika musik Indonesia.

Wednesday, January 16, 2008

SERPIHAN HATI

Di matamu aku tak bermakna
Tak punyai arti apa-apa
Kau hanya inginkanku saat kau perlu
Tak pernah berubah

Kadang ingin kutinggalkan semua
Letih hati menahan dusta
Di atas pedih ini aku sendiri
Selalu sendiri.....

Serpihan hati ini kupeluk erat
Akan ku bawa sampai ku mati
Memendam rasa ini sendirian
Ku tak tahu mengapa aku tak bisa melupakanmu

Kupercaya suatu hari nanti
Aku akan merebut hatimu
Walau harus menunggu sampai kutak mampu
Meenunggumu lagi...........................................
...........................................................................
...........................................................................